Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Puisi ironi dari Enzensberger

Hans Magnus Enzensberger merupakan salah satu penyair terbesar Jerman. Kiprahnya dalam dunia sastra dapat dibilang unik, ia menunjukkan minat yang beragam dalam pergulatan intelektual, mulai dari sisi kiri hingga kecewa dan meragukan pandangan-pandangan kiri, sampai bergeser ke kanan dengan tetap senantiasa kritis pada segala yang kanan.
Enzensberger lahir di Kaufbeuren, kota kecil di Jerman Selatan pada 11 November 1929. ketika Magnus berumur 9 tahun, perang dunia II meletus, kota Nurnberg yang ditinggalinya sejak 1931 mulai dibom sekutu tahun 1942. selesai perang Jerman hancur total. Paska perang ia pernah menjadi pedagang di pasar gelap dan penerjemah bagi tentara Inggris yang sedang menduduki Jerman. Pada tahun 1955 ia meraih gelar doktor dengan menulis disertasi bertemakan puitika penyair romantis Jerman Clemen Brentano (1778-1842).

Karya-karyanya dipenuhi nada ironi bahkan sarkastik. Kumpulan puisinya al: Verteidigung der wolfe (Pembelaan Serigala; 1957), Landessprache (Bahasa Nasional; 1960), yang mengukuhnya nama harumnya sebagai “penyair politis” dan “penyair kiri”, Blindenschrift (Huruf Braille; 1964), Mausoleum. 37 Balladen aus der Geschichte des Fortschritts (Mausoleum. 37 Balada dari Sejarah Kemajuan; 1975), Die Furie des Verschwindes (Dewa Sang Kehilangan;1980), Zukunftsmusik (Cita-cita Masa Depan; 1991), Kiosk. Neue Gedichte  (Kios. Sajak-sajak baru; 1995), Leichter als Luft. Moralische Gedichte (Lebih Ringan daripada Udara. Sajak-sajak Moral; 1999), Die Geschichte der Wolken. 99 Meditationen (Sejarah Awan. 99 Meditasi; 2003) dan kira-kira 30 buku non-puisi (novel, cerpen, esai, dan sebagainya).

Mari kita simak beberapa puisinya:

Rondeau
Bicara itu gampang
Tapi kata-kata tak bisa dimakan
Maka buatlah roti
Membuat roti itu sulit
Maka jadilah tukang roti
Tapi roti tak bisa dihuni
Maka bangunlah rumah
Membangun rumah itu sulit
Maka jadilah tukang bangunan
Tapi di atas gunung tak bisa dibangun rumah
Maka pindahkanlah gunung
Memindahkan gunung itu sulit
Maka jadilah nabi
Tapi pikiran tak bisa didengar
Maka bicaralah
Bicara itu sulit
Maka jadilah engkau seperti kau adanya
dan teruslah bergumam sendirian,
wahai makhluk tak berguna.
Kelebihan Istriku
Kelebihan istriku kelewat banyak
untuk selembar kertas A 4
Ia adalah makhluk multisel dengan rambut gemerisik,
yang malam hari, bila ia tidur, berbiak dengan anggun.
Tiap helai rambutnya kugemari. Ia dikaruniai
bagian-bagian empuk. Bila cuping hidungnya
sedikit bergetar, aku tahu: ia sedang berpikir.
Betapa sering ia berpikir, dan betapa tak semena-mena ia hidup!
Aku tahu, ia pandai meleletkan lidah,
pandai main kaki. Bila tertawa atau marah,
pada mulutnya tampak kerutan baru
yang kusukai. Ia tak seluruhnya putih,
ia memiliki beberapa warna. Tarikan nafasnya
pun banyak jumlahnya, belum lagi
aneka jiwa di dadanya.
Aku heran, bahwa di sini,
tempat kebetulan aku berada, kerap ia ada.
Riset tentang Motivasi
Sayang aku tak punya pilihan lain selain membunuh kalian,
karena kalian menolak bicara bahasa Bask
karena bank memblokir kartu kredit saya
karena Papa
karena tak tahan memandang perempuan tak bercadar
karena keki sama orang kaya
demi menyenangkan Tuhan Maha Pengasih
karena kalian tak memberiku uang untuk suntikan berikutnya
karena kalian tak cukup Katolik/terlalu Katolik
karena tersinggung
karena Mama
karena kalian selalu menatapku dengan aneh
karena dalam ujian aku salah conteng dan tidak lulus
karena mendapat bisikan-bisikan gaib
karena sudah begitu. Begitu saja.
Terima kasih atas pengertian kalian.
(Conteng pilihan anda sebelum berbuat!)
Kunjungan
Ketika kumendongak dari kertasku yang kosong
sang malaikat telah hadir di kamar
Sesosok malaikat yang serba biasa,
kemungkinan besar dari kasta sudra.
Anda tak bisa bayangkan,
ucapnya, betapa Anda tak ada pentingnya.
Satu saja dari lima belas ribu nuansa
warna biru, katanya,
lebih masuk hitungan bagi dunia
dari segala yang Anda perbuat atau tak perbuat,
belum lagi kita bicara tentang belerang
atau galaksi Magellan
Bahkan cocor bebek, betapapun sederhananya
meninggalkan rumpang, sedang Anda tidak.
Pada cerlang matanya kulihat, ia mengharap
sanggahan, pergulatan panjang.
Aku diam saja. Aku menunggu,
hingga ia menghilang, bisu.
Tentang Sulitnya Penataran Ulang
Sungguh menakjubkan
segala agenda raksasa ini:
Zaman keemasan
Kerajaan Tuhan di bumi
sirnanya negara.
Meyakinkan memang.
Andai saja orang-orang itu tak ada!
Senantiasa dan di mana saja mereka pengganggu.
Bikin kacau semua rencana.
Ketika manusia akan dimerdekakan
mereka tergesa ke salon
Bukannya berbaris mengekor sang perintis
mereka malah bilang: Duh enaknya kalau ada bir
Bukannya berjuang demi cita luhur mulia
mereka giat mengurus encok dan jerawat
Saat-saat kritis dan menentukan
mereka justru cari tempat jajan atau warung rokok
Tepat menjelang Seribu Tahun Yang Jaya
mereka sibuk mengurus popok
Orang-orang itu selalu bikin gagal semuanya.
Mereka tak bisa dipegang dan diandalkan
Sekarung kutu jauh lebih mudah ditata.
Keplinplanan borjuis kecil!
Konsumtif dungu!
Sisa produk lama!
Tak gampang membunuh mereka semua!
Tak gampang pula menatarnya siang malam!
Coba kalau orang-orang itu tak ada
semua pasti berbeda.
Coba kalau orang-orang itu tak ada
semua bakal beres segera
Coba kalau orang-orang itu tak ada
Coba
(Maka di sini aku pun tak perlu bikin repot lagi.)
Middle Class Blues
Kami baik-baik saja.
Kami sibuk.
Kami kenyang.
Kami makan.
Rumput tumbuh,
Produk sosial,
Kuku jari,
Masa lalu.
Jalanan kosong
Kontrak-kontrak sudah beres.
Sirene-sirene membisu.
Semua bakal berlalu.
Kaum almarhum sudah siapkan surat wasiat.
Hujan sudah berkurang
Perang belum dinyatakan
Itu tak perlu buru-buru.
Kami lahap rumput.
Kami lahap produk sosial.
Kami lahap kuku jari.
Kami lahap masa lalu.
Kami punya tiada yang perlu dirahasiakan
Kami punya tiada yang perlu dianggap kehilangan.
Kami punya tiada yang perlu dikatakan.
Kami punya.
Jam sudah diputar.
Semuanya sduah tertata.
Piring-piring sudah dicuci.
Bis terakhir sudah lewat.
Kosong pula.
Kami baik-baik saja.
Apa lagi yang kami nantikan?
Si Malang Kassandra
Cuma dia yang tahu apa yang bakal terjadi,
dia cuma: semua itu, katanya,
bakal berakhir dengan buruk. Tentu saja
tak seorang pun yang percaya.
Memang kejadiannya sudah sangat lama. Tapi sejak itu
semuanya bilang begitu. Lihat saja
kurs saham, kemacetan,
dan warta berita malam. Masalahnya adalah
apakah arti “semua itu”, dan kapan?
Sampai saatnya tiba tentu tak ada yang percaya
apa yang dicemaskan semua orang.
Lihat saja mobil-mobil baru,
tempat-tempat hiburan, dan iklan jodoh.
Kassandra: tokoh perempuan dalam mitologi Yunani. Kassandra peramal yang tidak dipercayai siapa pun. Sedangkan ramalannya selalu menjadi kenyataan.
Creditur
Ketiadaan mutlak saja
sudah gawat rasanya.
Membuat mulas
kaum metafisikawan.
Menemukan nol
tak seperti memetik bunga.
Apalagi ketika
seorang India sembarangan
kejatuhan ide
bahwa sesuatu bisa kurang dari tiada.
Kontan orang Yunani mogok.
Para pakar ketuhanan pun
merasa canggung dengan ide itu.
Tipuan setan, ucap mereka,
bisikan iblis.
Inikah angka-angka alami,
pekik skeptiswan-skeptiswati,
minus satu, minus satu milyar?
Hanya dia yang berduit,
dan jumlahnya segelintir saja,
yang sama sekali tak pernah gentar:
Hutang dan potongan pajak,
pembukuan ganda.
Dunia binasa oleh bunga.
Aritmetika – lumbung mereka.
Kita semua berkredit,
kata para banker.
Cuma soal kepercayaan
Sejak itu, ia makin membesar saja
yakni ia yang kurang dari tiada.
Creditur, bahasa latin; bentuk pasif dari kata kerja credere yang artinya percaya. Istilah kredit (pinjaman) berasal dari kata latin itu.
Perkabungan atas Apel
Di sini dulu apel terbaring
Di sini dulu meja
Itu dulu rumah
Itu dulu kota
Di sini tanah istirah
Apel itu
adalah bumi
sebuah planet elok
tempat apel-apel dulu ada
juga para pemakannya.




- Tulisan: Moch. Asrori, guru dan aktivis sastra

 

Post a Comment for "Puisi ironi dari Enzensberger"