Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Daun yang Jatuh Tak Menyalahkan Angin

- Oleh Ihsan Maulana

Suatu hari, seorang teman curhat kepada saya. Soal dia menjadi korban kesewenang-wenangan atasannya lah, soal teman-teman sekerja yang kompak membencinya lah, pokoknya lebih lebay dari ABG-ABG alay di social media lah! Saya heran, kenapa dia selalu mengeluh dengan suasana yang ada dan intrik yang terjadi. Kepanikannya terkadang melebihi mereka yang pengangguran selama bertahun-tahun.

Jika kawan-kawan seperti ini sudah mengeluh, saya sarankan keluar saja dari pekerjaannya. Tapi sudah bisa ditebak, mereka enggan! Mereka takut pintu rezekinya tertutup. Sebab, mereka menganggap bahwa gaji adalah rezeki. Tak ada gaji maka tak ada rezeki. Padahal, tak jarang-jarang saya tandaskan bahwa rezeki tidak sama dengan gaji. Gaji adalah urusan bos mereka, sedangkan rezeki adalah urusan Tuhan.

Kalau masih ngotot, acapkali saya suruh mereka menghitung berapa gaji mereka dan berapa pengeluaran mereka setiap bulan. Selalu dan selalu, pengeluaran mereka jauh melebih gaji yang didapat. "Ini kan berarti gajimu tidak sama dengan rezekimu," tukas saya penuh kemenangan. Gaji mungkin saja bagian dari rezeki, tapi tak bisa disamadengankan. Ini beda!

"Ya, tapi aku nggak mau keluar dari pekerjaanku," keluh mereka. "Cari pekerjaan baru itu susah!"

"Oke, kalau begitu bertahan aja. Kerjakan sebaik mungkin apa yang menjadi kewajibanmu di kantor."

"Tapi..."

Ah, terkadang saya memang perlu menskak bila kata hubung 'tapi' ini sudah muncul. "Tidak ada tapi-tapian kalau kamu mau bertahan!"

Dunia tempat kita hidup bukanlah dunia yang semuanya harus berhasil. Tidak! Toh orang yang kita anggap berhasil dalam hidupnya sebenarnya mengalami banyak kegagalan, sama seperti lainnya. Hanya bedanya, mereka yang berhasil tidak mau menyerah dengan hanya 10, bahkan 100 kegagalan. Mereka menjadikan itu kegagalan-kegagalan itu sebagai pelajaran. Sementara para pecundang, mereka langsung menyerah setelah mengalami 2-3 kegagalan.

Saya sendiri pernah menyalahkan sistem saat saya gagal mendapatkan beasiswa. Saya juga menyalahkan senior-senior yang selalu menjegal saya untuk memperoleh proyek prestisius. Sekadar menyebut contoh, saya sangat menyalahkan para senior yang menyerobot proyek P2SEM yang sebenarnya sudah di tangan. Tapi Tuhan pasti punya cerita dan punya alasan sendiri. Saat tahu teman-teman yang mendapatkan P2SEM banyak yang kemudian meringkuk di penjara, saya langsung sujud syukur. Bukan lantaran senang mereka dipenjara, melainkan karena saya merasa terselamatkan.

Begitu pun dengan beasiswa S3, jika tak berhasil sekarang meskipun saya jumpalitan mencarinya, tentulah Tuhan punya alasan khusus. Jadi, tidak sepantasnya saya menyalahkan orang lain, apalagi menyalahkan Tuhan. Daun yang jatuh tak pernah menyalahkan angin.

Biarlah angin menjadi angin dan biarlah daun akan tetap jadi daun. Jika ia tak bisa memberi manfaat pada pohon lewat sintesa makanan, maka biarkan sang daun yang jatuh akan menjadi pupuk lewat tanah. Semua ada fungsinya. Rezeki dari Tuhan tak akan pernah tertukar.

Post a Comment for "Daun yang Jatuh Tak Menyalahkan Angin"