Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sales Harus Bisa Berpura-pura Bodoh

Sales Harus Bisa Berpura-pura Bodoh

Seorang sales atau penjual, di awal-awal kariernya, biasanya tidak terlalu paham dengan produk yang dijualnya. Dia selalu berusaha mendengarkan calon pelanggannya dengan baik, karena tidak punya sesuatu untuk diceritakan. Dengan sikap seperti itu, pelanggan mulai menyukainya. Akhirnya, membeli darinya.

Seiring berjalannya waktu, sang sales mendapat pelatihan dari perusahaannya, dan pengalamannya dalam berjualan semakin bertambah. Pemahamannya semakin dalam, baik tentang produknya, perusahaannya, maupun perusahaan calon pembelinya. Dia jadi semakin pandai dan tahu segala hal.

Perkembangannya pesat, tetapi kemudian kebablasan. Sekarang, sales ini malah bercerita terlalu banyak setiap kali bertemu dengan pelanggan atau calon pelanggannya. Tanpa ditanya, dia mengoceh mengenai banyak hal, menumpahkan semua pengetahuannya, hingga pelanggannya malah lebih banyak diam dan menjadi pendengarnya.

Sales itu menjadi terlihat cerdas? Oh, tidak. Justru, ini fatal!

Sang sales tidak menyadari bahwa pelanggan mulai tidak nyaman dengan dominasinya. Berangsur-angsur, pelanggan itu tidak menyukainya lagi, lalu berhenti membeli darinya.

Cerewet Bisa Mengintimidasi Calon Pembeli

Salah satu penyakit kita sebagai seorang sales memang sering bangga dengan pengetahuan kita tentang produk dan keunggulannya. Saat rapat dengan calon pelanggan, kita muntahkan semua product knowledge itu, lengkap dengan jargon-jargon asing yang terdengar canggih dan kekinian.

Padahal, calon pelanggan bisa jadi berpendapat, “Orang ini dari tadi ngomong tidak habis-habis. Buang-buang waktuku saja. Ini semua, kan, ada di brosur dan situs webnya!”

Dulu, orang menganggap sales harus cerewet. Harus mendominasi percakapan, sehingga terlihat sebagai orang paling pintar di ruangan. Pesannya, pelajari skripnya. Hafalkan semuanya! Lalu, keluarkan hafalan itu di depan hidung calon pelanggan Anda! Kalau perlu, sebelum dia selesai menuntaskan kalimat tanyanya, Anda sudah memberi jawabannya.

Benar begitu?

Mungkin kita ingat, ketika SD kita disuruh belajar buku sejarah, kita hafalkan, dan waktu ujian, kita muntahkan semuanya untuk memperoleh nilai 9. Kita merasa bangga, senang, dan puas.

Namun, trik semacam itu tidak bisa kita terapkan di dunia salesmanship. Zaman sudah berubah. Konsumen pun semakin efisien dan pelit memboroskan waktu-tenaga-uangnya. Tujuan kita adalah berjualan, bukan untuk memenuhi kebutuhan emosional kita untuk diakui pintar dan tahu segalanya.

Justru karakter cerewet dan sok pintar akan mengintimidasi calon pelanggan kita. Agresivitas inilah yang membuat profesi kita, sales, mendapat cap negatif dan cenderung dijauhi orang saat mulai menawarkan sesuatu. Bahkan teman-teman baik kita pun akan menjauhi begitu terdeteksi kita seorang sales, apalagi dari MLM! Tidak peduli di pertemuan langsung, lewat telepon, atau WhatsApp, sikap semacam itu selalu intimidatif dan membuat siapapun tidak nyaman.

Saat calon pelanggan sudah merasa tidak nyaman, kemungkinan besar dia tidak akan membeli. Kalau pun membeli, jumlahnya tidak banyak dan tidak akan berulang ke depannya. Orang hanya akan membeli dari penjual yang dia percayai atau yang dia merasa nyaman di dekatnya.

Coba di pertemuan selanjutnya, rem dulu semua pengetahuan dan wawasan kita. Jadilah pendengar yang baik untuk mengetahui apa yang menjadi isu, keluhan, atau titik sakit dari calon pelanggan kita.

Maka Stop Bicara dan Mulailah Mendengarkan

Begitu banyak sales yang ketika menemui calon pelanggannya lebih banyak berbicara daripada mendengarkan. Mereka biasanya terlalu sibuk mempresentasikan perusahaan, menjelaskan fitur produk, dan sebagainya, sehingga lupa untuk mendengarkan problem pelanggannya.

Padahal, seorang sales seharusnya justru 70% mendengar dan 30% berbicara. Dengan porsi ini, kita akan jauh dari risiko dianggap sok pintar (meskipun seandainya kita memang pintar). Jadilah pendengar, alih-alih pembicara. Karena pelanggan, atau siapapun, pada dasarnya suka didengarkan.

Banyak cara untuk menjadi pendengar yang baik. Misalnya dengan menunjukkan bahasa tubuh yang antusias. Pastikan pelanggan tahu kita tertarik dengannya dan apa yang dibicarakannya. Jangan sampai seperti orang yang tidak sabaran, terburu-buru closing, atau sebaliknya: malas, pembosan, sedikit-sedikit menguap.

Anda juga bisa menunjukkan ketertarikan dengan mengulangi kata-katanya. Sesekali, tangkap kata-katanya dan ulangilah. Umpamanya, ketika dia berkata suka sekali dengan warna biru, kita dapat mengulanginya, “Betul, Pak, warna biru memang lebih terlihat ceria buat mainan anak kita, ya?”

Kita harus mempunyai cara yang baik untuk mendengarkan secara aktif, dan melatihnya berulang-ulang untuk membuat kita mampu melakukan itu secara lebih natural dan spontan. Sehingga, calon pelanggan tidak sampai menganggap kita hanya berpura-pura bodoh, melainkan benar-benar belum tahu.

Seni Membuat Pelanggan Merasa Lebih Pintar

Pada dasarnya, manusia selalu ingin menjadi superior atau lebih pintar dari orang lain. Begitu juga dengan calon pelanggan kita. Biarkan mereka mendapatkan perasaan itu. Toh tidak ada ruginya bagi kita. Seorang sales yang pintar pasti bisa dengan cerdas berpura-pura bodoh.

Contoh konkretnya begini, saat Anda dan calon pelanggan sedang membahas 4P dalam marketing. Sebutkan 2P pertama, yaitu product dan price, lalu berpura-puralah lupa apa 2P berikutnya. Dia pun akan berusaha membantu dengan menyebutkan 2P berikutnya, yaitu promotion dan place.

Anda langsung mengangguk antusias, seakan tercerahkan. Percayalah, dalam hatinya, calon pelanggan itu akan senang karena kita seolah telah mengakui luasnya wawasannya atau kuatnya daya ingatnya. Dia akan semakin nyaman bersama Anda. Sederhana, bukan?

Contoh lain, ketika Anda berkata sedang ingin membaca novel Dan Brown yang terbaru, berpura-puralah lupa judulnya. Pelanggan itu akan menyebutkan judul Origin dan merasa bangga sudah membantu Anda mengingatnya.

Begitulah. Namun tentu saja, ada saatnya Anda harus berhenti berpura-pura dan menunjukkan kecerdasan yang sesungguhnya. Misalkan Anda adalah sales tour and travel dan pelanggan meminta rekomendasi tentang paket-paket wisata di Maluku. Jangan Anda lanjutkan pura-pura bodohnya kalau tidak ingin pelanggan itu berpaling dan cari tour & travel lain.

- Tulisan: Herlin P.

Post a Comment for "Sales Harus Bisa Berpura-pura Bodoh"