Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Bank Syariah: Untung-Rugi menjadi Nasabahnya

Bank Syariah
Bank Syariah
- Oleh Ihsan Maulana

Usia bank syariah tergolong masih bayi di jagat perbankan Indonesia, bahkan dunia. Bank Muamalat Indonesia (BMI), contohnya, baru berdiri tahun 1994. BMI baru dibanjiri nasabah ketika terjadi krisis moneter tahun 1997. Saat bank-bank konvensional banyak yang kolaps, bank syariah pertama di Indonesia ini menunjukkan keperkasaan sistemnya.

Pemerintah dan BI berupaya mendorong akselerasi pertumbuhan perbankan syariah agar dapat mencapai target share 10%. Kecil sekali. Padahal pemeluk agama Islam 85% dari penduduk Indonesia.

Memang, Tidak mudah mengubah pola pikir masyarakat, bahkan yang Islam sekalipun, untuk berhijrah ke bank syariah. Pasalnya, mereka sudah banyak dimanjakan layanan perbankan konvensional. Padahal, akar permasalahannya sebenarnya adalah keyakinan dalam beragama secara total (kaffah). Dalam Islam, bunga diharamkan.

Perbankan syariah tidak mengenal sistem bunga

Perbedaan bank syariah dan bank konvensional terletak di sistem pembagian keuntungan dari bank. Sistem bagi hasil atau bonus yang dimiliki bank syariah berdasarkan keuntungan yang diperoleh dari pihak ketiga (peminjam uang). Sehingga, tidak akan terpengaruh oleh fluktuasi pasar makro secara langsung.

Jika bank tidak memperoleh keuntungan, maka ia tidak akan memberikan bonus alias bagi hasil kepada nasabah. Sebaliknya, jika untung bank besar, maka nasabah pun memperoleh bagi hasil yang lebih besar. Seberapa besar?

Persentase pembagian keuntungannya jelas, dan dipatok sejak awal. Misalnya 60:40. Untuk bank 60% keuntungan (lebih besar karena harus repot), untuk nasabah 40% (karena tidak ikut bekerja). Jadi bukan dihitung dengan persen terhadap saldo, melainkan persen terhadap berapapun keuntungan si peminjam modal nantinya.

Bank syariah pun meminjamkan uang ke pengusaha bukan dengan beban bunga dari pokok. Melainkan berdasarkan bagi hasil. Usahanya untung atau tekor, semua selalu dibagi rata 60:40.

Sementara itu, bank konvesional memakai sistem bunga terhadap saldo. Jadi, katakankah tahun 2014, bunga tabungan dipatok 0,5% per bulan. Apapun kondisi di lapangan, Anda akan memperoleh pertambahan sebesar itu. Tidak akan bertambah atau berkurang. Ini kan tidak adil.

Apalagi besar bunga itu ditentukan sepihak oleh bank (yang tidak Anda ketahui persentasenya di awal). Jadi, kalau Anda berutang ke bank untuk KPR. Tahun ini, bunganya 10% per tahun. Kemudian tahun depan bank memutuskan 15%, tentu Anda tidak bisa apa-apa.

Sistem perbankan syariah bukan seperti itu. Semuanya transparan sejak di awal sampai di akhir masa kerjasama.

Karena tidak mengikuti fluktuasi suku bunga, bank-bank syariah lebih tahan banting terhadap gejolak moneter. Terbukti saat krisis moneter 1997 dan krisis ekonomi 2007 akibat kredit properti Amerika yang bermasalah, bank-bank syariah yang ada tetap segar dan tegar.

Perbankan syariah tak investasi di bisnis-bisnis haram

Transaksi keuangan bank syariah hampir selalu terkait dengan sektor riil. Jadi mereka punya kepedulian terhadap kemajuan UKM. Di samping itu, selaku pemberi kredit, bank syariah selektif sesuai aturan agama. Artinya, uang yang ditabung oleh nasabah takkan dipakai untuk membiayai bisnis diskotik, penjualan minuman keras, rokok, dan sebagainya.

Memang, ada kalanya, bank syariah juga bermain saham. Tapi tetap selektif. Tidak semua peluang dimasuki. Tetap ada filter mana perusahaan Tbk. yang sesuai syariah dan mana yang tidak.

Intinya, namanya syariah, pasti semuanya serba syariah. Bahkan di kantornya, satpam-satpamnya mengenakan peci, membukakan pintu sambil menyapa, “Assalamualaikum.” Televisinya menayangkan bacaan Alquran. Jangan heran kalau ke BMI saat tiba waktu salat, akan ada sesi salat berjamaah di sana.

Apakah bagi hasil bank syariah lebih menguntungkan?

Pertanyaan yang biasanya muncul, “Memangnya bagi hasil bank syariah lebih baik dari bunga bank konvensional?” Tentu saja ini tidak bisa langsung dijawab. Tergantung bagaimana performa bisnis dari para peminjam dana. Ada momen-momen dimana lebih menguntungkan menjadi nasabah bank syariah. Namun, ada kalanya bagi hasil bank syariah melempem, bahkan nol!

Di BRI Syariah misalnya, Anda bisa saja tidak kebagian bagi hasil sama sekali dalam sebulan-dua bulan. Tapi ingat, di BRI Syariah, tidak ada biaya administrasi atau pajak apa-apa. Jadi, kalau Anda tidak dapat bagi hasil, setidaknya saldo Anda takkan pernah berkurang karena biaya-biaya yang lazimnya tinggi di bank konvensional.

Terlepas dari itu semua, kembali lagi, menabung di bank syariah adalah soal keyakinan. Terlebih untuk kaum muslim, apakah Anda bisa tenang kalau sehari-hari memakan bunga bank? Apakah larangan memakan riba di Alquran tidak cukup menakutkan buat Anda?

Bank syariah bukan jaminan Anda bisa bebas 100% dari riba atau hal-hal lain yang dibenci Allah berkaitan dengan perekonomian. Namun setidaknya, menaruh uang di bank syariah jauh lebih aman dan menentramkan (secara islami) dibanding menyimpan kekayaan di bank-bank konvensional.

Apakah fasilitas bank syariah bisa diandalkan?

Banyak yang masih takut jika berpindah ke perbankan syariah mereka akan kehilangan sistem dan fasilitas modern yang selama ini dinikmati di perbankan konvensional. Padahal, tidak juga.

ATM ada. Bank Mandiri Syariah, misalnya, bisa diterima di jaringan Mandiri, Prima dan ATM Bersama. BMI bisa diterima di jaringan BCA, Prima, ATM Bersama, dsb. Gerai-gerai ATM-nya pun sudah tersebar di pelosok-pelosok, termasuk di mal-mal dan kantor-kantor pos.

Jangan salah, bank-bank syariah rata-rata sudah memiliki fitur phone banking, mobile banking, dan internet banking. Memang, belum sebaik, umpamanya, KlikBCA. Tapi fitur-fitur standar sudah bisa dipenuhi secara aman dan nyaman.

Apalagi fasilitas-fasilitas bank umumnya? Deposito? Dana pensiun? Tabungan berjangka untuk rekreasi, haji, umrah, pendidikan? Asuransi? Unit link? Semua ada dan dikelola secara syariah!

Bahkan ada fasilitas yang bank konvensional tidak punya, yaitu gadai emas. Anda bisa menggadaikan emas batangan, lalu hanya dalam 1-2 jam, dana segar pun sudah masuk di saldo Anda.

Menarik, bukan? Cukup menguntungkan, bukan?

Bagaimanapun, bagi umat Islam, memilih antara bank syariah dan bank konvensional seharusnya bukan atas pertimbangan untung-rugi. Melainkan soal mau berhijrah atau tidak.

Lagipula, ke depannya, bank-bank syariah pasti akan semaju bank-bank konvensional. Lihatlah, bank-bank konvesional pun terus membuka unit-unit syariahnya juga. Itu pertanda, pasarnya terus menggelembung dan semakin mendapat hati di masyarakat. Apalagi, bank syariah tidak pernah eksklusif untuk penganut Islam. Siapapun boleh menjadi nasabahnya.

Post a Comment for "Bank Syariah: Untung-Rugi menjadi Nasabahnya"