Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Modus Tersesat dan Minta Ongkos

Modus Tersesat dan Minta Ongkos

Waktu itu, saya hendak mengikuti acara Dukut Imam Widodo di UMM, Malang. Saya berhenti sejenak di depan Kantor Samsat Kacuk. Tiba-tiba, seseorang menyapa saya dari belakang, "Nak, Nak,” katanya dalam bahasa Jawa. Dia ternyata adalah seorang ibu berusia baya. “Ngantang itu masih jauh, ya?"

"Ya lumayan, Mbah,” jawab saya menggunakan bahasa Jawa halus. “Mbah ini dari mana?"

"Aku dari Blitar, Nak. Mau ke ngantang. Aku tadi tersesat. Bingung. Anakku kusuruh nyusul, tapi kok nggak datang-datang. Mau balik juga kejauhan. Nak, aku bisa minta tolong?"

"Apa, Mbah?"

"Minta duit, Nak, buat ongkos pulang. Nggak usah banyak-banyak, 28 ribu saja. Tolong, ya, Nak. Buat pulang saja, ini."

Saya pun berpikir-pikir, ini moduskah? Karena sebenarnya, saya sudah sering mengalami kejadian seperti ini.

"Ayo, Nak. Mana aku juga belum makan. Duh, malah bingung semua aku...”

"Lho, Mbah belum sarapan? Ini... saya punya roti goreng. Tadi, saya juga belum sempat sarapan. Terus, beli ini. Monggo, Anda bawa dulu, tidak apa-apa,” kata saya sambil menyodorkan sebungkus roti goreng yang saya beli di perempatan Kendalpayak tadi.

"Wah, nggak usah, Nak. Aku cuma butuh uang, buat naik angkutan. Kamu bisa bantu, nggak?” ucapnya dengan nada setengah memaksa.

Sebenarnya, ada juga uang di dompet. Hanya 10.000. Tapi kalau mau, saya bisa ambil di ATM.

"Begini saja, Mbah. Sekarang, mau ke mana?”

"Ngantang, Nak."

"Oke. Mbah ikut angkot Landungsari itu saja. Nanti, angkotnya saya yang bayar. Bagaimana?”

Sedikit kikuk, perempuan itu menjawab, "Eh, nggak usahlah, Nak. Aku mau cari angkot sendiri. Aku cuma minta duit. Ayo, Nak, Mbah ini sudah bingung...."

Saya lihat, semakin mencurigakan saja gerak-geriknya. Mari kita coba pendekatan lain. “Bagaimana kalau Mbah ikut saya saja? Saya bonceng.”

"Ke mana, Nak?"

"Kantor polisi," jawab saya.

Dia agak terkejut.

"Nanti saya minta bantuan Pak Polisi, supaya Mbah diantar ke rumah. Saya kenal salah satu polisi di Polsek Malang." Padahal, saya bohong. Cuma buat menggertak.

"Aduh, Nak. Kalau ke polisi, mending nggak usahlah," ucapnya mulai panik.

"Lho, tidak apa-apa, Mbah. Malah aman. Mbah ada yang menangani.”

"Sudah, nggak usah. Mending aku cari yang lain."

Dia pun ngibrit pergi. Syukurlah.

Pengguna modus “tersesat dan ingin pulang tapi tak ada ongkos” sudah sering saya jumpai di Malang. Biasanya, pelaku berpura-pura tanya alamat, lalu mengaku tersesat. Ujung-ujungnya, meminta bantuan ongkos pulang karena kehabisan uang atau habis kecopetan.

Perhatikan, orang yang kesulitan atau memang baru terkena musibah akan tampak dari gerak-geriknya yang tidak terkesan pura-pura. Setidaknya, dia akan terlihat pasrah atau panik, bukannya malah berkesan memaksa-maksa.

Pelaku yang sudah terkenal di Malang (selain ibu-ibu di depan Samsat Kacuk yang baru saya alami tadi) adalah bapak-bapak di SPBU Jalan Bandung, sebelah timurnya MAN Malang. Juga, bapak-bapak di perempatan Kepanjen.

Cara paling ampuh mengantisipasinya adalah dengan berpura-pura mengajaknya ke kantor polisi. Andaikan dia mau pun, polisi akan menangani sisanya. Kalau dia benar-benar tersesat, biarlah polisi yang mengantarkannya atau memikirkan solusi lainnya.

Namun, hati-hati. Bisa jadi, itu malah dijadikan modus lainnya, seperti mengambil barang berharga Anda dari belakang.

Rasanya, modus seperti ini tidak hanya ada di Malang. Maka di mana pun Anda, tetaplah waspada, tetaplah smart. Tapi, jangan sampai itu menjadikan kita orang yang penuh rasa curiga dan menolak berbuat baik.


- Sebagaimana yang dituliskan di status Facebook Roni Cool. Diterjemahkan (dari sebagian dialog berbahasa Jawa) dan diedit, tanpa mengubah isi.