Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

[HUMOR] Pesangon demi Kinerja yang Lebih Baik

[HUMOR] Pesangon demi Kinerja yang Lebih Baik

Pak Bupati yang terkenal garang dan tanpa kompromi sedang melakukan sidak ke Kantor Kecamatan di Desa Wufi. Gerah juga dia karena selama ini mendapat laporan bahwa beberapa Aparatur Sipil Negara (ASN) di sana malas-malasan dalam melayani publik.

Terbukti, belum juga Pak Bupati memasuki kantor utama, sudah terlihat seorang pria berkemeja rapi sedang duduk cengar-cengir sambil memainkan ponselnya di pendopo. Padahal, ini sudah pukul 9.23.

Wajah Pak Bupati sontak merah padam. Seketika itu, dia membelokkan langkah. “Hei, kamu!” bentaknya.

Melihat seseorang dengan pakaian pejabat menghampirinya, karuan saja pria kerempeng itu tergagap-gagap.

“Siapa namamu?” tanya bupati itu ketika mereka sudah berhadap-hadapan.

“Eh, saya Kentang, Pak,” jawab pemuda itu sambil buru-buru berdiri dan menyakukan ponselnya.

“Kentang? Berapa gajimu?”

“Hah? Gaji, Pak?”

“Iyaaaa! Berapa per bulan?” suara Pak Bupati meninggi.

“Ng… tiga jutaan, Pak, kalau saya total-total,” jawab Kentang Ketintang ketakutan. Jantungnya berdebaran, entah karena apa.

Pak Bupati mengeluarkan dompetnya, lalu merogoh ke dalamnya seraya komat-kamit menghitung. Beberapa detik kemudian, dia menyerahkan segepok uang seratus ribuan. “Ini gajimu untuk tiga bulan ke depan. Sembilan juta. Ambil sebagai pesangonmu!”

Kentang ternganga. “T-tapi… Pak…”

“Tidak ada tapi-tapian!” sergah bupati itu geram. “Kamu dipecat! Sekarang, pulang! Dan ndak usah ngelamar-ngelamar CPNS lagi! Apalagi di Pemkab. Kapan Indonesia bisa maju kalau pelayan rakyatnya banyak yang malas kayak kamu begini?”

“S-sebentar, Pak,” ujar pemuda 20 tahun itu. “Ini bukan seperti yang Bapak sangka… Ini salah paham, saya… saya bisa jelaskan masalahnya, Pak. S-saya hanya….”

“Halah, buang-buang waktu saya saja!” sahut Pak Bupati, sambil melengos dan mengibas-ngibaskan tangannya. “Minggat, minggat!”

Kentang melongo. Untuk beberapa lama, dia berdiri mematung. Terguncang sekali, tampaknya.

Pak Bupati sendiri tidak mau tahu itu. Dia kembali melanjutkan perjalanannya menuju kantor utama.

Di sana, dia menatap satu per satu ASN-ASN yang menyalaminya dengan wajah tegang. Mereka membentuk barisan setengah lingkaran di depan Pak Bupati.

“Kalian dengar ribut-ribut di pendopo barusan?” sungut bupati yang baru tahun lalu dilantik itu, tanpa salam, tanpa pembukaan. “Ini peringatan juga buat kalian! Seperti itulah nasib ASN saya yang kerjanya nyantai. Saya takkan segan-segan memberhentikan siapapun yang ndak perform. Saya peringatkan kalian, kita sedang ini disorot masyarakat dan media. Makanya, kerja… kerja… kerja!”

Seisi kantor terdiam. Mereka saling pandang. Sebagian lainnya hanya bisa menunduk.

“Oke, siapa atasan langsung dari si Kentang tadi?” tanya Pak Bupati. “Ngacung, siapa atasannya?”

Semua masih terdiam.

Merasa diremehkan anak buahnya, Pak Bupati yang memang terkenal temperamental itu menggebrak meja. “SIAPAAA?”

Seorang pegawai negeri, akhirnya menjawab. Meskipun dengan perasaan segan dan takut. “D-dia itu Kentang, Pak….”

“Iyaaaa, saya sudah tahuuuuu! Terus? Siapa atasannya? Kamu, ya?” cecar bupati itu tidak sabar.

“B-bukan. Dia bukan ASN, Pak. Dia itu… pengemudi ojek online yang baru saja mengantarkan saya. Tadi, dia izin mau leyeh-leyeh sebentar di pendopo buat nunggu orderan lainnya.”

Pak Bupati spontan mendelik. Buru-buru, dia keluar ruangan dan melempar pandangan ke pendopo.

Kosong! Tidak ada siapa-siapa.

Lalu, mata paniknya bergeser ke tempat parkir.

Terlihat satu sosok yang sedang menunggangi motor. Pemuda itu mengenakan jaket yang tidak diritsleting. Tadi, dia memang tidak mengenakan jaket berwarna ngejreng itu, tetapi Pak Bupati masih ingat betul siapa dia.

“Tangkap bocah itu,” tunjuk Pak Bupati dengan rahang yang mengatup rapat. “Jangan sampai lolos!”

Namun sebelum ada ASN yang bergerak, motor Kentang sudah melewati gerbang Kantor Kecamatan. Ekor jaket hijaunya melambai-lambai, seolah mengucapkan kata-kata, “Dadaaaaah….” untuk sang bupati yang menatap kepergiannya dengan jantung berdetak cepat. Mungkin sembilan juta detakan tiap menitnya.

Post a Comment for "[HUMOR] Pesangon demi Kinerja yang Lebih Baik"