Salah Kaprah tentang LinkedIn

Harus diakui, LinkedIn tergolong media sosial (medsos) yang sepi peminat dibandingkan potensinya (underrated). Popularitasnya kalah jauh dari YouTube, Facebook, Instagram, bahkan Twitter. Sampai tulisan ini dibuat, yaitu Juni 2019, medsos yang mulai aktif pada 5 Mei 2003 ini tercatat "hanya" memiliki sekitar 610 juta pengguna di 200-an negara. Dari angka itu, pengguna aktifnya lebih-kurang separuhnya saja.
Padahal, secara kemampuan teknis, medsos kaum profesional dan pebisnis ini serbabisa seperti Facebook. Apalagi, fitur-fiturnya banyak disempurnakan sejak Microsoft Corporation mengakuisisinya pada Desember 2016 silam.
Mengapa LinkedIn belum populer di usianya yang sudah menginjak 16 tahun? Rupanya, ada banyak salah kaprah mengenai platform yang didirikan oleh Reid Hoffman, Allen Blie, Konstantin Guericke, Eric Ly, dan Jean-Luc Vaillant ini. Umumnya, ada dua kesalahkaprahan besar di sini.
(1) "Saya Tidak Sedang Cari Kerja dan Bukan HRD, Saya Tidak Butuh LinkedIn"
Memang, salah satu kegunaan LinkedIn adalah mencari peluang kerja. Dari sisi HRD perusahaan atau head hunters, LinkedIn juga kerap bermanfaat untuk mencari atau membajak talenta-talenta berbakat. Namun, itu bukan satu-satunya manfaat LinkedIn. Lebih jelasnya, berikut ini fungsi LinkedIn:- Looking for job. Ini fungsi dasar yang banyak dipahami warganet. Setiap hari, tergantung banyaknya koneksi Anda, ada saja perwakilan perusahaan yang memosting lowongan kerja. Anda bisa melamar posisi tersebut hanya dengan beberapa klik. Praktis!
- Keep in touch with your contact. Anda bisa menjaga hubungan baik, misalnya dengan mantan klien, pelanggan, atau bos/bawahan Anda. Caranya? Sesederhana mengomentari statusnya, memberi testimonial atau pengakuan untuk Curriculum Vitae atau CV-nya, sekadar memberi suka atau membagi artikel yang ditulisnya, dan sebagainya.
- Building network. Anda tipikal orang yang canggung berkenalan dengan orang asing untuk membuka jaringan dengannya? Kabar baiknya, itu bisa dilakukan di LinkedIn dengan sekali klik tombol "Connect". Jika orang itu berkenan, Anda akan disetujui sebagai connection-nya. Saat itulah Anda dan dia sudah bisa saling berhubungan. Tidak seperti Facebook yang membatasi 5.000 friends, di LinkedIn kita bisa sebanyak mungkin menambahkan connection.
- Staying update with your industry. Anda punya bisnis penerbitan, umpamanya? Mudah sekali stalking (follow) tokoh-tokoh penerbitan? Selain itu, Anda bisa bergabung dengan komunitas-komunitasnya di LinkedIn. Dengan demikian, Anda tidak akan ketinggalan berita terhangat dari industri yang Anda geluti.
(2) "LinkedIn itu Medsos yang Membosankan"
Ini sebenarnya tergantung motivasi Anda. Kalau tujuan Anda memang untuk bersenang-senang dan mencari postingan-postingan yang lucu, memang LinkedIn akan menjadi medsos yang enggak banget.Namun, jika tujuan Anda adalah untuk membangun reputasi, mencari klien, menemukan tenaga profesional, dan hal-hal semacam itu, tentu LinkedIn sangatlah membantu dan menantang!
Kalaupun terkesan membosankan, hal itu bukan karena fitur-fitur LinkedIn. Sebagaimana yang telah disinggung tadi, medsos yang paling mendekati keserbabisaan Facebook hanya LinkedIn. Di LinkedIn, kita bisa posting status, berupa gambar, video, tagar (hashtag), tautan (link), atau sekadar tulisan teks.
Di satu sisi, LinkedIn bahkan lebih unggul dari Facebook. Contohnya, kita bisa menulis artikel layaknya di blog, dengan fitur-fitur dasbor yang nyaris seperti platform Blogspot. Hebatnya lagi, artikel ini dapat terindeks oleh Google (bisa di-SEO-kan). Notes-nya Facebook saja tidak sampai segitunya.
Di LinkedIn, kita malah bisa posting atau unggah salindia presentasi, setelah mengakuisisi SlideShare.net sejak 2012 silam. Jadi, kemampuan LinkedIn SlideShare ini seperti YouTube, tetapi khusus untuk hosting dokumen: .ppt, .pdf, .doc, dan lain-lain. Facebook saja tidak memiliki fitur ini!
Secara kemampuan, harusnya medsos ini seasyik Facebook. Sebagai seorang pemburu karier, profesional, pemilik bisnis, atau investor, kita benar-benar diberi fasilitas untuk bereksperimen dan bereksplorasi mengembangkan brand oleh LinkedIn.
Terlihat boring itu mungkin karena lingkungannya saja. Kita seperti berada di antara orang-orang berkemeja rapi, bahkan sebagian berjas dan berdasi. Gaya bahasa mereka diatur sehingga tampak seprofesional dan sekorporat mungkin. Minimal tidak sesantai percakapan di Facebook, Twitter, atau Instagram. Wajar bila sebagian dari kita tidak betah lama-lama berada di dalamnya.
Dengan lingkungan seperti itu, Anda mau posting video-video lucu pun jadi berpikir dua kali. Muncullah kesan bahwa LinkedIn itu nggak asyik, nggak gaul!
Namun, bila Anda tahu potensi LinkedIn, pasti Anda tidak akan mau melewatkan medsos ini begitu saja. Setidaknya, milikilah akunnya, lengkapi CV Anda di sana, lalu aktiflah mencari beberapa connections. Setelah itu, mau memperbarui secara rutin atau hanya ketika ada perubahan dalam CV Anda, silakan.
Mengapa harus LinkedIn? Jawaban sederhananya, karena para pemilik bisnis dan orang-orang penting perusahaan berkumpulnya di LinkedIn.
- Tulisan: Win Andriyani
Post a Comment for "Salah Kaprah tentang LinkedIn"
Butuh artikel-artikel semacam ini? Atau, punya ide membuat buku tetapi kurang bisa menulis? Tidak sempat? Kami bersedia membantu menuliskannya secara profesional. Kami juga menyediakan jasa editing maupun rewriting tulisan dalam bahasa Indonesia maupun Inggris.