Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Mari Kita Buat Bumi Ini Tersenyum

Mari Kita Buat Bumi Ini Tersenyum

Slogan save our earth! saat ini sudah bukan lagi isu sekelompok pecinta lingkungan saja. Hampir semua orang seharusnya merasa perlu ikut meneriakkan pembelajaran ini dan menjalankannya. Jangan hanya berteriak, tetapi tidak ikut melakukannya.

Kita tahu, perubahan iklim terjadi di bumi setiap saatnya. Tertuduhnya adalah apa yang kita sebut sebagai gas rumah kaca. Bukan berarti kacaunya iklim di planet ini disebabkan oleh rumah-rumah yang terbuat dari kaca, walaupun mungkin ada benarnya juga.

Problem utama (dengan andil sekitar 40%) justru datang dari perilaku kita yang gemar membakar minyak bumi setiap harinya. Selain itu, efek rumah kaca bisa juga dipicu oleh gas hasil pembuangan freon yang berasal dari mesin-mesin AC (Air Conditioner), pendingin mobil kita, spray parfum, pembakaran batu bara, dll.

Lalu, apa hubungannya gas rumah kaca ini dengan perubahan iklim yang sedang dialami bumi? Gas ini, Saudara-saudara, semakin lama semakin menumpuk di lapisan atmosfer bumi. Sehingga, menghalangi sinar matahari yang seharusnya setelah diserap bumi langsung dipantulkan kembali ke luar angkasa.

Alih-alih dilepaskan lagi ke luar angkasa, sinar matahari ini malah hanya bisa memantul-mantul dari tanah ke lapisan ozon, dan balik lagi ke tanah, lalu kembali ke lapisan ozon di atas, begitu seterusnya.

Hal ini tentu menyebabkan bumi kita seperti direbus oleh cahaya yang memantul-mantul, atas-bawah, di sekitar kita. Suhu pun pelan-pelan naik secara signifikan.

Dampak langsung dari rentetan peristiwa ini adalah badai tropis. Umumnya, badai tropis terbentuk dari hujan badai yang bermula dari awan kumulonimbus, dan difasilitasi oleh keadaan laut serta atmosfer. Sudah puluhan ribu orang meninggal akibat badai tropis ini.

Akibat lainnya, kekeringan berkepanjangan. Kondisi tersebut mengurangi stok air tanah maupun air sungai. Banyak orang akan kekurangan air bersih. Di negara-negara agraris seperti Indonesia, banyak pula petani gagal panen gara-gara perkiraan musim yang meleset.

Di lain sisi, suhu panas ini akan menyebabkan mencairnya es di kutub jauh lebih cepat dari semestinya. Membuat air di laut meluber dan tambah tinggi permukaannya. Menurut data, permukaan laut telah bertambah tinggi antara 10-20 cm dalam seabad terakhir. Sebagai negara kepulauan, tentu saja Indonesia patut was-was.

Banyak sudah daratan di pulau-pulau nusantara yang berkurang dalam 20 tahun terakhir. Menurut perkiraan para ahli, 72 hektar lahan di Jakarta akan tenggelam pada 2030, dan akan meningkat hingga 160 hektar pada 2050.

Dalam waktu yang tidak terlalu lama, kita pun akan lebih memilih untuk tinggal di rumah-rumah terapung yang antibanjir, sebagaimana saudara-saudara kita di Kalimantan Selatan dan Tengah yang hidup di atas rumah lanting.

Apa yang bisa kita lakukan untuk memperlambat pemanasan global ini?

Yang terpenting adalah mulai dari diri sendiri untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah lingkungan dan bisa didaur ulang. Misalnya, gunakan batere yang bisa diisi ulang, pakai lampu yang hemat energi, konsumsi produk organik yang tidak menggunakan zat kimia, iritlah bahan bakar dengan tidak sering memakai kendaraan, dan sebagainya.

Dengan langkah yang sepertinya remeh itu, beban planet biru yang sudah tua ini akan berkurang. Setidaknya, itulah yang kita sebagai orang kecil (bukan petinggi atau pebisnis besar) bisa lakukan untuk membuat bumi tersenyum.

- Tulisan: Ihsan Maulana