Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Adu Konten, Bentuk Perang Bisnis yang Termutakhir

Adu Konten, Bentuk Perang Bisnis yang Termutakhir

Perang saat ini sudah berkembang kompleks. Perang bukan lagi berarti pertempuran bersenjata antarnegara yang melibatkan satuan militer. Ada perang dingin (saling boikot dan pamer prestasi), perang proksi (melibatkan pihak ketiga sementara yang berkepentingan justru berlagak cool), perang bisnis (baku serang antar perusahaan dan adu strategi kampanye), dan lain-lain.

Semua perang merugikan rakyat, kecuali yang terakhir. Perang bisnis umumnya malah menguntungkan konsumen. Sebab, salah satu bentuknya adalah perang harga. Produsen berlomba-lomba memberi harga murah atau diskon. Meskipun, akhirnya yang terjadi adalah akal-akalan belaka, yaitu adu lihai mengemas "syarat dan ketentuan berlaku" yang terselubung.

Kamun bahasa iklan

Perang bisnis pasti merembet ke mana-mana. Pihak yang berperang akan saling gempur, layaknya kampanye kandidat pejabat politik. Di era internet saat ini, brand-brand saling berperang wacana dengan menebar artikel-artikel yang menguntungkan pihaknya (content marketing).

Hal itu sah-sah saja, selama kontennya dapat dipertanggungjawabkan keilmiahannya dan tidak untuk menyesatkan pembacanya.

Kita ingat, sewaktu peristiwa kerusuhan 1998 dulu, banyak jenderal merasa dipojokkan dan dianggap tidak becus. Maka, satu per satu mereka membuat buku untuk menjelaskan duduk perkaranya, tentu saja menurut kacamata mereka. Bagaimanapun, itu merupakan langkah intelek yang patut diacungi jempol, daripada saling meneror dan memojokkan. Apalagi sampai bakutembak sendiri.

Kebijakan perang konten memang relatif aman dilakukan di zaman damai seperti sekarang. Sebab, perang fisik hampir selalu dimaknai "tidak dewasa", "kekanak-kanakan", "melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)", "tidak sesuai konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)", dan seterusnya.

Namun, bentuk yang lebih seru dari perang konten barangkali terjadi di periklanan televisi. Contohnya, pernah ada iklan XL yang menggunakan aktor cilik Baim mempromosikan suatu paket milik operator seluler itu. Kemudian, Simpati membuat iklan tandingan dengan bintang komedian dewasa Sule yang mengatakan, "Jangan mau dibohongin anak kecil!" Coba Anda jadi orang XL, pasti geregetan menonton iklan itu, bukan?

Tengok pula iklan yang mengatakan, "Orang pintar minum Tolak Angin." Lalu, muncul iklan olok-oloknya. Dengan jenaka, iklan itu menggambarkan orang sakit yang hendak meminum obat malah diberondong pertanyaan-pertanyaan eksakta. Seolah, si penanya mensyaratkan si sakit untuk pintar dulu sebelum boleh minum obat. Orang awam sekalipun pasti tahu, pembuat iklan itu sedang mengajak perang Tolak Angin Sido Muncul!

Perang serupa, dalam bentuk yang lebih santun, dapat diperhatikan di iklan HIT obat nyamuk yang menyerang Baygon, sang market leader. Kata-katanya sederhana. Si bintang iklan, Lula Kamal, mengatakan, "Yang lebih bagus dari HIT? Yang lebih mahal banyak!"

Memang beginilah kondisi persaingan bisnis yang semakin ketat. Semua orang berebut mencari perhatian publik. Mencari konsumen. Suka atau tidak, ini mengharuskan para pelaku usaha menyiapkan pasukan untuk mengantisipasi peperangan di benak konsumen.

Bagaimana dengan Anda? Di zaman yang serbakonten ini, ada baiknya Anda menyiapkan tim kreatif, copywriter, dan eksekutor yang tangguh. Sudahkah Anda memilikinya?


- Tulisan: Alva Altera, Senior Editor at Warung Fiksi

Post a Comment for "Adu Konten, Bentuk Perang Bisnis yang Termutakhir"